Kenapa Islam Harus Diterapkan Dengan Bentuk Sistem Menyeluruh?


Mengacu pada judul yang diangkat, setidaknya ada dua poin besar yang akan kita bicarakan. Pertama, apa yang membuat sistem menjadi penting dan mengapa manusia harus tunduk pada sistem itu sendiri. Kedua, mengapa harus sistem Islam yang diterapkan untuk mencapai sebuah kondisi sosial-kemasyarakatan yang ideal.


Bila bicara penerapan sistem, maka kita bicara tatanan sosial kemasyarakatan dalam semua aspeknya secara menyeluruh. Bukan hanya sisi sosial, ekonomi, bahkan religi. Tidak, sistem menyeluruh artinya penerapan secara mutlak. Semua aspek kehidupan harus dinaungi oleh satu sistem tertentu.


Bila pembicaraan terkait sistem artinya pembicaraan terkait seluruh aspek kehidupan, maka kita harus mencari satu sudut pandang bahasan yang ideal agar semua aspek itu bisa terakomodir secara sempurna. Pada zaman modern seperti abad ke-21 ini, manusia umumnya memang tunduk pada sebuah sistem. Sistem itu menjalar dan merasuk ke semua aspek kehidupan manusia. Sistem yang dimaksud disini adalah sistem pemerintahan, atau dengan bahasa yang lebih sederhana, hukum.


Hampir seluruh manusia di abad 21 seharusnya tunduk pada hukum. Hukum yang disepakati bersama. Dengan ketundukan ini, manusia punya garis jelas yang membatasi antara hak dan kewajiban masing masing. Dengan hukum juga manusia punya batas jelas dalam urusan Hak Asasi. Pada dasarnya Hak Asasi tak bisa dibatasi, ia dibatasi oleh Hak Asasi orang lain. Karena itu, hukum membantu manusia untuk melihat mana batas batas yang tidak boleh dilanggar.


Dari uraian diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa satu hal yang mempengaruhi aspek kehidupan secara menyeluruh adalah sistem pemerintahan atau hukum. Dan hukum tidak akan berguna bila tidak dipatuhi oleh seluruh manusianya tanpa terkecuali. Artinya, selain hukum itu sendiri punya urgensitas, kepatuhan pun punya urgensitas sendiri.


Kepatuhan manusia yang dimaksud disini haruslah kepatuhan secara mutlak. Bukan berarti manusia tidak punya celah untuk bicara dan berpendapat, tapi seluruh manusia -tanpa terkecuali- harus patuh pada satu aturan dan konsekuen atas semua tindakannya. Bila kita melihat sejarah manusia, maka kepatuhan memang selalu berjalan beriringan dengan hukum, namun tidak selamanya kepatuhan ditujukan pada hukum yang  berlaku. Artinya, ada banyak masa dalam sejarah manusia dimana kepatuhan tidak mengarah kepada hukum melainkan mengarah pada aspek lain. Aspek yang sering kepatuhan mengarah padanya adalah kharisma penguasa.


Di banyak masa dalam sejarah, manusia lebih patuh pada kharisma satu tokoh terntentu dibanding pada hukum yang berlaku. Di saat yang sama mereka membuat hukum untuk ditaati, tapi saat itu juga mereka lebih menaati hal lain ketimbang hukum yang mereka sepakati. Ini membuat hukum yang ada jadi tumpang tindih. Wewenang saling bertabrakan, dan batas batas kekuasaan menajadi sangat rabun.


Ambil contoh satu masa dari tumpukan periode Dinasti Joseon di Korea. Ketika itu, Biro Investigasi Pemerintah bisa menyelidiki siapa saja yang melawan kebijakan raja. Tapi ketika Biro mencium ada kasus kriminal yang terjadi di lingkungan tempat tinggal Ratu, kepala Biro bisa dihukum mati bila menyelidiki. Juga perintah dari Ketua Dewan Negara ternyata lebih kuat dari titah pewaris tahta. Kasus tumpang tindih hukum ini terjadi di banyak tempat dan di banyak masa. Bahkan di era modern ini pun tidak jarang kasus ini terjadi.


Bila kepatuhan terarah pada satu individu tertentu, maka individu itu akan menjadi adikuasa dan tidak tersentuh oleh pihak manapun. Ia bisa saja melakukan sesuatu diluar hukum seenaknya. Dan sesuatu yang ia lakukan itu akan diamini oleh banyak pihak karena ia ditaati. Ini lah bahayanya bila hukum tumpang tindih dan tidak ditaati.


Sistem pemerintahan yang masuk ke semua aspek kehidupan manusia harusnya dipatuhi oleh seluruh yang bernaung dibawahnya tanpa terkecuali. Rakyat biasa, bangsawan, pemerintah daerah, Presiden, bahkan Raja sekalipun harus tunduk pada hukum yang berlaku. Bila hukum benar benar dipatuhi, dan semua yang melanggar hukum bisa menerima konsekuensi, stabilitas sebuah negara akan benar benar terjaga. Bila sewaktu waktu ada seorang tokoh yang sangat berpengaruh melakukan hal diluar hukum, ia bisa diberi sangsi sesuai aturan yang berlaku. Keadilan akan terimplementasikan secara mutlak dan menyeluruh.


Lalu, bagaimana bila ada sekelompok orang yang sangat berpengaruh (ingat, kelompok, bukan hanya satu), dan mereka berusaha membuat hukum hukum ambigu yang bisa disepakati dan fleksibel untuk dilanggar? Ketika hukum itu benar benar disepakati, bukankah kepatuhan pada hukum menajadi tidak berarti? 


Benar! Bila hal itu terjadi, maka tidak ada gunanya seluruh manusia patuh pada hukum. Karena hukum yang dibuat didesain untuk lentur dan ambigu bila diterapkan. Tafsiran paling benar pasti ada di tangan pembuatnya. Dan dia bisa menafsirkan hukum itu sesuai keinginannya. Kondisi ini membuat kepatuhan pada hukum tidak ada bedanya dengan kepatuhan pada individu. Lalu, bagaimana mengatasi kondisi seperti ini? Disinilah kita akan masuk pada bahasan yang kedua dari artikel ini.


Kondisi yang baru saja disebutkan mengarah pada urgensitas dasar hukum. Untuk mengantisipasi perubahan perubahan yang tidak diinginkan, harus ditetapkan sebuah dasar yang tidak boleh dilanggar. Artinya, perubahan apapun yang terjadi atas hukum di masa mendatang harus mengacu pada dasar yang sudah ditetapkan. Dasar ini haruslah bebas dari pengaruh masa, tempat, dan kondisi tertentu. Tiga poin itu penting agar dasar ini bisa selalu sesuai dengan semua tuntutan perubahan yang mungkin terjadi di masa depan.


Selain kesempurnaan Dasar Hukum itu sendiri, pembuat dasar ini benar benar harus disegani. Bila pembuatnya punya cacat cacat yang tidak enak di telinga masyarakat, sesempurna apapun dasar yang dibuat, bukan tidak mungkin akan muncul opini opini liar yang didasari kepentingan tertentu, yang akan mengkritisi dasar ini. Kritik atas dasar ini bisa berujung pada perubahan asas dan kita akan sama sama kembali pada kondisi yang kita khawatirkan diatas. 


Kesempurnaan Dasar Hukum, dan penciptanya yang disegani secara mutlak. Rasanya mustahil hal itu ada, tapi tidak mustahil hal itu berwujud. Bila ditelurusi, kata “Ada” mengacu pada hal hal materil. Sedangkan kata “wujud” mengacu pada seluruh hal baik materiil, non-materiil dan sebagainya.


Artinya, memang bisa disepakati bahwa ada sebuah wujud dalam semesta ini yang Maha Sempurna, Maha Bijaksana, lagi Maha Segalanya. Dzat-Nya sendiri bebas dari segala kurang dan alpa. Bebas dari segala sifat buruk dan tercela. Banyak hal yang bisa membuktikan dua kalimat barusan yang tidak mungkin dibahas disini. Intinya pernyataan bahwa Dzat itu Maha Segalanya sangat bisa dibuktikan, dan agar disepakati oleh pembaca (bila tidak seterusnya, sampai artikel ini selesai saja), agar kesimpulan yang didapat dari artikel ini bisa paripurna.


Dzat itu adalah Allah, Tuhan semesta alam. Ia menciptakan sebuah sistem yang utuh bernama Islam. Bila kita sepakati bahwa Tuhan itu harus sempurna, harus Maha Segalanya (karena tidak mungkin kita layak menuhankan sesuatu yang tidak sempurna), maka ciptaan-Nya pun pastilah sempurna. Dalam logika sederhana, seorang seniman handal yang ingin membuat karya secara serius (bukan untuk latihan apalagi main main), pasti membuat sebauah karya yang sepadan dengan kualitas individunya. Ia akan menciptakan satu karya yang sama sempurnanya dengan skill yang ia miliki. Sama dengan Tuhan, Tuhan tidak menciptakan manusia dan seluruh yang berkaitan dengannya untuk main main dan poin ini dibahas dalam al-Quran (Q.S. 23:115). 


Bila Tuhan Maha Sempurna, maka Produk yang Ia ciptakan pun sempurna adanya. Ia akan menciptakan segala sesuatu dalam bentuk yang paling baik. Dalam bentuk yang paling sempurna sesuai kondisi ciptaan-Nya itu sendiri. Manusia diciptakan sempurna menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang manusia miliki. Begitu pula ciptaan-Nya yang lain entah hewan, tumbuhan, ataupun benda mati.


Kini, Tuhan menciptaka sebuah sistem yang harus sesuai dengan semua tempat dan masa. Bebas dari tuntutan kondisi satu periode terntentu. Atas kriteria itu, masuk akal bila Tuhan mencipatakan satu dasar yang sempurna yang bisa diterapkan di semua tempat sampai akhir masa. Karea itulah, dalam sistem Islam, ada dua aspek penting yang membangun tubuh tatanannya. Pertama, aspek aspek asasi yang tidak boleh dilanggar, dalam ilmu Nudzum Islamiyyah disebut ats-Tsabaat. Kedua, aspek fleksibel yang bisa berkembang disesuaikan dengan zaman dan tempatnya, aspek ini disebut at-Tathowwur


ats-Tsabaat dalam sistem Islam ada 5, yaitu Aqidah (6 Rukun Iman), Ibadah (5 Rukun Islam dan yang mengikutinya), hal-hal haram (berdampak buruk) yang disepakati oleh fitrah manusia (perampokan, Riba, zina, dst.), Etika baik (Jujur, Ramah, Amanah, dst.), dan yang terakhir dasar-dasar Syari’at Islam (Aturan warisan, aturan rumah tangga seperti cerai, nafkah, dst.).


Semua itu harus menjadi acuan dalam menentukan perubahan perubahan hukum. Dan dasar itu tidak boleh dirubah sama sekali. Dasar yang sudah dibuat ini mencakup banyak aspek dan terbukti sesuai bila diterapkan dimanapun dan kapanpun. Buktinya, sejak dasar-dasar ini diterapkan di abad ke-7 Masehi, masih bisa diterapkan sampai abad ke-20 Masehi di masa Kekhalifahan Turki Utsmani masih bediri. Rentang waktu ribuan tahun dan luasnya wilayah kekuasaan kekhalifahan ketika itu bisa menjadi bukti bahwa sistem ini sudah sangat teruji kelayakannya. 


Terlebih lagi, dasar-dasar ini diciptakan langsung oleh Dzat yang Maha Sempurna yang jelas-jelas tidak sebatas “disegani”, tapi seluruh manusia tunduk secara mutlak kepada-Nya. Karena Dia lah Maha Pencipta, Maha Pengatur seluruh perbuatan dan kebutuhan manusia. Maka masuk akal bila seluruh manusa tunduk pada kekuasaan mutlak-Nya.


Islam juga dibawakan pertama kali oleh seorang yang sangat berkualitas. Orang yang punya kesempurnaan perangai dan kecerdasan. Baca artikel saya sebelumnya untuk membuktikan hal ini (The Most Reliable Person on Earth). Ia yang pertama kali menafsirkan sistem Islam yang turun dari langit. Ia yang mencontohkan berbagai tingkah laku dan tindakan yang harus diikuti oleh seluruh manusia yang menginginkan kebaikan agar tidak tersesat dan sengsara.


Nabi Muhammad Saw., seorang manusia yang sangat sempurna, Nabi yang tinggi derajatnya, dan manusia paling berpengaruh sepanjang masa, mencontohkan kepada seluruh umat manusia untuk tidak tunduk pada ketokohan individu. Ia memerintahkan pengikutnya untuk taat kepada ajaran agama, taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Nabi bahkan pernah bersabda bahwa kalaupun anaknya sendiri, Fatimah az-Zahra mencuri, akan ia potong tangannya. Semata mata untuk menegakkan hukum Allah. 


Ketaatan kepada Rasul Allah pun bukan berarti Nabi Muhammad Saw. sama sekali tidak bisa dikritisi pendapatnya. Memang, Nabi Muhammad Saw. sebagai utusan Allah selalu memberi sabda atas wahyu Allah. Tapi bukan tidak mungkin Nabi Muhammad Saw. memberi keputusan atas pendapatnya sendiri. Ketika keputusan itu berdasarkan pendapat pribadinya, maka disitu terbuka celah untuk berdiskusi. Seperti kejadian yang sangat terkenal ketika Nabi Muhammad Saw. membuat sebuah keputusan tentang posisi pasukan Muslim ketika perang Badar. Ketika itu salah seorang sahabat yang lebih mengerti medan mengkritisi pendapat Nabi Muhammad Saw. Artinya, sekaliber Nabi yang paling mulia pun, mencontohkan pengikutnya untuk tunduk pada satu sistem tetap dan bukan pada kharisma individu. Karena manusia pasti mati, bila ketundukan hanya kepada manusia, apa yang akan terjadi ketika manusia itu sudah tiada?


Sistem Islam dibuat dengan sempurna oleh Dzat yang Maha Segalanya. Diajarkan, dicontohkan, dan ditafsirkan pertama kali oleh manusia paling sempurna dan terjaga dari dosa. Semua hal yang dibutuhkan untuk mencapai sebuah kondisi sosial-masyarakat yang ideal sudah terpenuhi sampai disini.


Begitulah paparan mengapa manusia harus tunduk pada sebuah sistem atau hukum dan bukan kepada ketokohan Individu. Dan itu pula urgensitas kenapa sistem Islam yang harus dipilih. Mari berfikir dengan jernih dan kesampingkan terlebih dahulu semua sentimen yang mengatakan bahwa hukum Islam keras, kejam, dan sebagainya. Artikel ini adalah pondasi dasar. Kunci pemahaman agar diskusi mengenai hukum Islam dapat berjalan adil dan seimbang. Bila pondasi pemahaman ini tidak disepakati, sulit untuk mendiskusikan hukum hukum Islam dengan semua tuduhan tuduhannya. 


Kesempurnaan hanya milik Allah. Bila seseorang mengaku memiliki otak kritis dan logika yang tajam, jangan langsung menghakimi hal-hal yang sensitif. Tapi terlebih dahulu jernihkan hati dengan melakukan hal-hal baik, positif, dan bermanfaat bagi masyarakat. Karena pikiran kritis dan logika saja tanpa hati yang jernih, lebih sering membawa pada keburukan daripada kebaikan. Buktinya, banyak pejabat negara dengan gelar berjejer, pendidikan tinggi selangit, dan kecerdasan mumpuni diatas rata-rata, tapi masih saja mendahulukan kepentingan pribadi dan golongan diatas kepentingan rakyat. Berujung pada penindasan dan rakyat tak pernah hidup dibawah naungan keadilan yang hakiki. 


Semoga kita semua diberi hidayah dan petunjuk oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Comments

Barangkali Terlewat

Seberapa Jauh Islam Menjamin Kebebasan Anda Sebagai Manusia?

Alerta! Dunia Islam Sedang Tidak Baik-Baik Saja

Sejauh Apa Alam Akan “Menghukum” Umat Manusia? #1

Sayyidah Maryam dan Keluh nya